Surat Untuk September
Sudah kubuatkan draft untuk menulis surat padamu di bulan kemarin. Namun, draft tetaplah draft karena ia tidak jadi kukirimkan. Tidak lupa atau melupakan begitu saja. Tidak juga menghilang atau menjauh. Tidak ada alasan lain karena tidak ada tidak-tidak lainnya.
Aku tahu September adalah bulan spesial karena ia menjadi awal untuk bulan dengan akhiran -ber. Iya, pada -ber selanjutnya aku baru bisa mengirim surat ini. Oktober, selanjutnya November yang akan ditutup pada Desember.
Bulan dengan akhiran -ber katanya adalah penanda akan datangnya musim hujan. Setelah sekian panas terik matahari membakar siang, saatnya teduh, dingin, dan hujan yang akan datang bersama kenangan-kenangannya.
Kenangan akan dirimu yang manis juga pahit. Yang kusuka juga kubenci. Yang segalanya ada dalam dirimu. Yang tak berusaha diubah siapapun karena itulah dirimu. Dengan semua keunikan yang aku suka. Keunikan yang membuat dirimu begitu spesial buatku.
Oh iya, jika sudah Oktober berarti juga sudah hampir berakhir tahun ini. Tak terasa tinggal beberapa bulan lagi akan berjumpa tahun baru. Sudah berapa resolusi tahun ini yang berhasil engkau gapai? masih ada waktu untuk mengejar, melengkapi, kemudian membuat deretan resolusi baru lagi untuk tahun yang akan datang.
September sudah lewat, Oktober sedang berlangsung saat kutulis surat ini. Ku tahu segalanya berubah. Tidak ada yang diam, tidak ada yang begitu saja, segalanya berubah. Bergerak untuk menyeimbangkan dengan waktu, keadaan, serta kondisi yang ada. Aku tidak tahu apa perubahan besar di bulan September yang lalu wahai Oktober! Yang jelas, benih yang kutebar sudah mulai tumbuh.
Untungnya di bulan -ber ini, hujan perlahan datang. Perlahan banget, tidak buru-buru. Angin membawa awan hujan yang sesekali turun menyapa bumi.
September dan Oktober, terima kasih sudah menyirami dengan kesegaran di tengah gersangnya kemarau yang lalu.